Vario 'Master'

NC 110 D. Demikian sebutan/kode untuk model/type Vario 110 cc ini. Varian motor matic pertama dari Honda yang mulai dirilis akhir tahun 2006. Alhamdulillah, saya beruntung telah membeli motor ini. Tepat tanggal 13 Desember 2006 motor ini dikirim ke rumah. Setelah hampir seminggu untuk indent. Sebab warna hitam yang saya inginkan lagi kosong di dealer Mojokerto. Ternyata warnanya tidak sepenuhnya hitam. Ada strip putih. Yang akhirnya saya tutup dengan stiker hitam. Jadilah saya sebut 'Black'. Tak terasa, hampir 14 tahun bersama keluarga kami. Melawati masa-masa suka maupun duka. Sudah ratusan ribu kilometer yang ditempuh. Sudah terlalu banyak catatan, hingga sulit dituliskan. Sudah saatnya menjadi kendaraan koleksi yang dirawat penuh hati. Kami membeli dengan susah payah. Kredit yang setara dengan 1/3 gaji pokok saya. Harus saya cicil selama tiga (3) tahun. Tapi cukup melegakan. Sebab dapat mempermudah pekerjaan saya. Baik untuk mengajar di kampus. Maupun untuk kulakan beras atau krecekan krupuk. Pilihan saya tidaklah meleset. Meski matik, Vario ini tak kalah macho dibandingkan motor yang lain. Tak hanya jago naik di tanjakan. Meliuk-liuk di jalan berkelok. Dan berpacu cepat di jalan lurus. Tapi mampu membawa karung berisi beras atau krecek krupuk hingga 225 kg. Isteri saya pun pernah meragukan. Mengkhawatirkan bahkan. "Apakah tidak patah besi rangka tengahnya?" ujarnya. Kenyataan lah yang bicara. Membawa krecek krupuk dari Sidayu Gresik hingga rumah di Brangkal Mojokerto. Jarak 100-an km dengan membawa 2 kwintal krecek krupuk. Ini rutin kami lakukan sebulan sekali. Pun saat membawa beras dari selep menuju rumah. Beban 225 kg. sudah menjadi hal biasa. Meski tak terlalu jauh sih. Hanya sekitar 7 km. Tapi orang-orang yang melihat seringkali heran. Kok kuat ya? Pikir mereka. Nah, kelar urusan membawa beban berat. Urusan tanjakan tak kalah ngerinya. Tahun 2013 pernah kami ajak nanjak ke G. Bromo. Ngeri-ngeri sedap juga sih. Meski akhirnya kami sukses melalui bersama isteri tercinta. Urusan perjalanan jauh tak kalah masternya. Mojokerto - Situbondo - Denpasar - Singaraja pulang pernah kami lakukan. Tak hanya sekali. Dua kali tepatnya. Padahal secara rutin hampir dua (2) minggu sekali saya bawa Mojokerto-Jogja PP. Sejak tahun 2013 hingga 2019 yang lalu. Si Black 'Master'. Demikian kami menjulukinya. Meski terhitung tua. Untuk urusan kecepatan, masih tokcer. Masih sanggup melaju 90 km/jam dengan kondisi stabil di jalanan yang mulus. Kalau di jalan utama Surabaya-Ngawi sih masih pikir-pikir. Maklumlah, jalanan 'jeglongan sewu' itu sudah banyak menimbulkan korban jiwa. Performa fisik kendaraan menjadi perhatian utama. Bengkel resmi Honda menjadi rujukan wajib. Terutama di bengkel langganan yang ditangani oleh montir andal. Satu montir yaitu sang pemilik bengkel sendiri. Sudah cukup hafal dengan karakter si Black. 14 tahun hanya sekali 'turun mesin', akibat terendam banjir di Menganti Gresik 2013 yang lalu. Plus penggantian fanbelt yang memang tinggal 'gusi' saja. Penggantian fanbelt berikutnya terakhir di tahun 2019 yang lalu. Nah, rekam jejaknya cukup master bukan? Inilah yang membuat kami berat hati untuk mellepaskannya. Meski ada yang menawar 7,5 juta. Harga yang wow dibandingkan motor sejenis keluaran tahun yang sama. Di masa pandemik ini, tentu hal itu merupakan penawaran yang menggiurkan. Sangat lumayan untuk menambal kebutuhan rumah tangga. Namun isteri dan anak-anak yang protes, "Ah, Abi sadis kalau mau menjual si Black. Tega?" Hahaha... Nggak lah. Tidak akan tega pastinya. Biarlah si adik yang 125 cc saja yang 'diikhlaskan'. Biarlah Master tetap setia menemani kami.